BADAN USAHA MILIK DESA SARAT MASALAH
Oleh Taufik Ishak (PLD Tanah Jambo Aye)
Berbicara perhal Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa
) dan Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma) memang tidak pernah ada akhirnya.
Keberadaan Bumdesa sangat diharapkan oleh Masyarakat desa karena Bumdesa dianggap mampu menjadi pendongkrak
perekonomian desa.
Dengan disahkannya UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 ,
memberikan peluang pada desa untuk membangun desa memiliki investasi sendiri
yaitu dengan mendirikan Badan Usaha
Milik Desa. Kesempatan ini di Dukung
dengan PP 43/2014 dan PP 47/2015 tentang Perubahan PP 43/2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan UU 6/2014 Tentang Desa, khususnya BAB VIII Tentang BUM Desa,
Permendes 4/2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolan, dan Pembubaran
Badan Usaha Milik Desa, dan PP 60/2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), telah memberikan pondasi dasar yang
berkaitan penyelengaraan pemerintah desa dan pemberdayaan masyarakat desa
sebagai bentuk daerah otonom.
Lahirnya PP No 11 Tahun 2021 tentang Bumdes lebih memperkuat lagi keberadaan kemandirian desa melalui usaha dan investasi desa ditegaskan , “bahwa
Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah Badan hukum
yang didirikan oleh desa dan atau bersama desa-desa guna mengelola usaha,
memanfaatkan aset, mengembangkan investasi.
Pendirian Badan Usaha
Milik Desa disetiap desa ini sangat penting dan kini telah mendapat dukungan penuh dari
Bapak Presiden Jokowidodo. Selain ikut menfasilitasi
dan melindungi usaha masyarakat Desa dari ancaman rentenir, mengajarkan membangun desa tidak serta merta menunggu dana transferan dari pusat dan daerah
. Dengan kata lain desa
juga diibaratkan negara kecil yang bisa
menghidupi diri sendiri dengan investasi yang diciptakan sendiri seperti halnya sebuah Negara kita memilik wadah usaha nya yaitu BUMN dan
Daerah memiliki BUMD. Yang pada intinya
Bumdesa itu untuk Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Investasi berkelanjutan, Mendorong laju
pertumbuhan ekonomi di Desa, Meningkatkan keberdayaan masyarakat di Desa, dan Memberikan
kontribusi bagi Pendapat Asli Desa (PADes).
Menurut Data Kemendesa Sampai 12 Januari 2022 sebanyak 2628 Bumdes dan 40 Bumdes Bersama terdaftar di kemenkuham. Data ini masih sedikit dibanding data Bumdesa dan bumdesma pada tahun sebelum 2022 dimana setiap desa memiliki satu Bumdesa , mungkin saja masih banyak desa belum mendaftarkan secara resmi di aplikasi dasboard pendaftaran Bumdesa yang telah disediakan oleh kemendesa yang bekerja sama dengan Menkumham.
Masih Banyak Gagal
Di segi Permodalan Umumnya Bumdesa Masih mengandal pendapatan modal awal usahanya dari Desa melalui rekening penyertaan Modal Desa pada APBDESA. Padahal jauh dari itu setiap Bumdesa dibenarkan untuk mencari pihak ketiga sebagai donatur tambahan untuk Bumdesa. Namun menurut pengamatan saya selaku Pendamping Lokal Desa (PLD) masih banyak Bumdesa yang belum mendapat kepercayaan titipan modal oleh pihak ketiga untuk di kelola. Hal ini Mungkin pihak ketiga belum memiliki sinergi yang positif untuk berinvestasi bersama melalui Bumdesa dan Bumdesma.
Menurut penelusuran ada beberapa unit Bumdesa telah berhasil , mandiri dan bahkan telah mampu menyumbang pendapatan untuk desa nya, namun tidak sedikit diantara Bumdesa mati suri dan gugur ditengah jalan dengan berbagai masalah intern nya. Banyak penyebab kegagalan di alami Bumdesa ini pernah menyita perhatian Presiden Jokowidodo beberapa waktu lalu dalam acara pelucuran sertifikat badan Hukum Bumdesa. Menurut Presiden, BUMDesa banyak dibuat untuk mendapat Sertifikat tapi Kegiatan nya tidak jelas .Selain itu Pak jokowi juga berpesan agar Bumdesa mengabil peran dalam kegiatan kegiatan ekonomi yang bermanfaat.,
Permasalahan permasalahan yang sering dihadapi sehingga banyak Bumdesa itu gagal tumbuh seperti satu tidak seriusnya dalam pengelolaan Bumdesa, gagasan pendirian Bumdesa lebih karena ikut ikutan saja sedangkan SDM nya sangat lemah. Dan ini sangat berpengaruh terhadap kelanjutan Bumdesa dan modal yang telah duluan di alokasikan. Kedua kegagalan Bumdesa bisa saja karena tidak memiliki Potensi usaha yang meyakinkan. Banyak kegagalan Bumdesa karena penggunaan modal nya bukan untuk potensi didesa selain tidak membantu ekonomi warga desa secara langsung juga warga kurang mendukung keberadaan Bumdesa yang tidak memihak kepada usaha mereka. Misalnya warga di desa tersebut kebiasaan nya bercocok tanam padi tentu yang dibutuhkan adalah lahan sawah, pupuk dan petisida dan lain lain, tapi bila Bumdesa nya lebih memilih jenis usaha kelontong sehingga selain sedikit menyerap lapangan kerja juga terasa asing dengan usaha masyarakat setempat, akibat begini Bumdesa sering ditolak penambahan modalnya dari desa oleh warga desa.Ketiga Unit Usaha Bumdesa hanya mengikuti trend duplikasi inovasi desa daerah lain, pengelola lebih memilih usaha ini karena terkisma di medsos terhadap unit usaha di daerah lain , sehingga tumbuh semangat mencoba coba apa yang dilihat didesa lain kemudian di praktek di desa nya, tapi tidak melihat potensi yang ada didesa nya, kegagala ini sering karena terjebak ingin menduplikasi Bumdesa yang mengelola desa wisata daerah lain. Ke empat kesalahan dalam perekrutan pengurus Bumdesa juga bagian terpenting agar Bumdesa tidak layu sebelum berkembang, sumberdaya yang memiliki jiwa entreprenur publik dan yang memiliki loyalitas tinggi sangat menentu Bumdesa itu maju. Banyak kebiasaan kita memilih pengurus Bumdesa secara politis dan tidak memiliki sumberdaya yang mempuni sehingga ujungnya Bumdesa juga bisa “tenggelam” di tengah jalan. Kelima Kesalahan urus Unit Simpan Pinjam (USP). USP Sebenaranya diharapkan bisa mendongkrak perekonomian warga desa, namun unit usaha simpan pinjam ini sarat masalah dan sering tidak memiliki ending yang mengembirakan, dari pemantauan dilapangan banyak dana sampan pinjam yang digulir macet dengan berbagai dalih. Keenam Monopoli kepala desa dalam Bumdesa sering menjadi sebuah kekacauan dalam tata kelola Bumdesa , Dimana peran kepala desa telah jauh memasuki lini aturan pada sebuah Bumdesa , sehingga banyak kejadian kegagalan Bumdesa lebih karena campur tangan kepala desa yang berlebihan.
Secara prinsip setiap usaha tidak akan gagal bila kita memiliki strategis bisnis yang kapabel, semisal Pengolala Bumdesa sering melakukan komunikasi itensif dan satu tujuan sesama pengurusnya dalam memilih jenis usaha yang relatif kecil resiko kerugian dan persaingannya. Para pengurus selalu memperbaiki kesalahan , memiliki ide bisnis yang cerdas sehingga resiko kegagalan kecil dan juga tentu pengurus bisa membawa arah kebijakan Bumdesa kearah yang memiliki satu tujuan maju.
Jarang di Audit oleh
Pihak Luar
Walau berbagai aturan
yang telah di keluarkan untuk menghidup Bumdesa di setiap desa , namun Tidak
sedikit Bumdesa tanpa masalah . Fonemena ini bisa saja seperti gunung es.
Dalam Permendesa Nomor
4 Tahun 2015 tentang Bumdesa , memang
tidak ada aturan secara spesifik di bahas tentang pengawas Bumdesa oleh pihak
luar. Walapun selama ini seperti diketahui bahwa setiap Bumdesa memiliki
pengawas Internal sendiri namun bisa saja gawang ini jebol karena kurang
profesional dalam hal audit. Peran Pendamping Desa dalam Bumdesa memang tidak bisa masuk jauh ke ranah Bumdesa
hal ini karena keterbatasan wewenang
yang dimiliki.
Inspektorat yang
digadang gadang sebagai satu satunya auditor setiap rupiah dana desa pun jarang
sekali menyentuh kemana saja modal Bumdesa
di belanjakan.Tidak hanya ini saja kadang Inspektorat lebih dua tahun tidak
pernah turun ke desa untuk audit realisasi Dana Desa. Dari pihak
inspektorat daerah sendiri mengaku
kelemahan nya karena waktu audit sering jauh dengan tahun Anggaran yang diaudit
. Kelemahan mereka ini sering di alasankan
karena minimnya personil, luas wilayah kerja dan dana. Karena kelemehan
disegi pengawasan ini sehingga kesalahan urus dari penggunaan dana di setiap Bumdesa ini terus berlanjut dan lambat teratasi.
Hal inilah yang menjadi perbincangan hangat
disetiap desa apakah karena selama ini Bumdesa dianggap etentitas yang terpisah
dari pemerintah desa?. Padahal mereka para auditor dari luar seperti inspektorat dan
BPKP bisa saja lebih itensif masuk ke ranah Bumdesa ini karena selain memberi sinyal
bahwa tidak ada serupiah pun dana desa yang disalah gunakan dan
juga sebagai langkah awal untuk memberi pencegahan
penyelewangan dana desa yang di titip di setiap Bumdesa. Karena kelemehan
disegi pengawasan ini sering kesalahan urus dari penggunaan dana di setiap Bumdesa ini terus berlanjut.