Sekarang Ritual Dom Drien dalam adat perkawinan di Aceh telah hilang. Anak muda yang kelahiran diatas tahun 90 an sudah tidak merasakan lagi adanya kebiasaan "Dom Drien" . Kehilangan kebiasaan dalam istiadat perkawinan di Aceh itu barangkali antara sesama pengantin telah lama saling mengenal sehingga tidak lagi butuh jasa Dom Drien.
Sekarang, acara antar linto baro ke rumah dara baro di Aceh biasanya dilakukan pada malam hari dengan berjalan kaki sambil menyelakan lampu patromat (panyoet serungkeng) atau obor (suloh) sebagai penerang jalan. Karena kebanyakan pasangan pengantin dulu letak kampungnya tidak berjauhan, paling selang dua atau tiga kampung berjalan kaki sudah sampai ke rumah dara baro yang dituju oleh rombongan linto baro. Kecuali bila tempat tinggal dara baro dan linto baro agak berjauhan, maka acara antar linto baro dilakukan pada siang hari.
Dalam serangkaian adat perkawinan di Aceh dulu, ada suatu istilah yang disebut dom drien. Dalam pengertian bahasa Indonesia dom drien bisa diterjemahkan menginap di kebun durian saat musim panen, agar durian yang jatuh tidak dicuri orang. Tapi entah bagaimana ceritanya, kemudian dom drien ini diistilahkan pada orang yang menginap di rumah pengantin baru untuk menemani linto baro selama bebera malam, mulai malam pertama seusai prosesi adat antar linto sampai tujuh malam berturut-turut.
Bila antar linto dilakukan malam hari, maka setelah semua prosesi adat selesai dilakukan—mulai dari penyambutan rombongan linto sampai linto baro dipersandingkan di atas pelaminan dengan dara baro sebagai puncak kebahagian yang sangat ditunggu oleh kedua mempelai, dan disanksikan oleh semua sanak famili dan handai taulan yang hadir dalam pesta perkawinan itu—maka setelah semua itu selesai, rombongan linto baro kembali pulang ke tempatnya masing-masing. Sementara linto baro pada malam pertama itu langsung menginap di rumah dara baro yang ditemani oleh bebera temannya yang telah disiapkan lebih dulu, yang dalam bahasa adat disebut sebagai penganjo.
Beberapa teman yang menginap di rumah dara baro untuk menemani linto baro itulah yang disebut dom drien. Biasanya, orang yang menemani linto baro untuk dom drien ini dipilih dari sahabat dekat linto baro yang masih perjaka. Demikian pula di pihak dara baro, pada malam pengantin itu juga ditemani oleh beberapa temannya yang masih gadis-gadis. Sehingga, pada malam pertama linto baro menginap di rumah dara baro terjadi suatu keakraban komunikasi antara linto baro dengan dara baro yang dibantu oleh penganjonya (temandom drien) masing-masing.
Itulah fungsi adat dom drienpada malam pengantin dalam adat perkawinan orang Aceh dulu, yaitu untuk membantu kedua mempelai yang masih malu-malu dalam menjalin keakraban sebagai suami istri yang sah setelah mereka menikah dan dipersandingkan di atas pelaminan.
Sebab harus diakui, para pengantin terdahulu jauh berbeda dengan pengantin sekarang. Dulu, seorang calon linto baro dan dara baro dalam menuju pernikahan tidak diawali dengan pacaran lebih dulu. Pargaulan mereka sekalipun sudah bertunangan tidak sebabas calon pengantin sekarang. Seorang linto baro dulu kadang baru mengenal dara baronya secara lebih dekat pada saat mereka dipersansingkan di atas pelaminan. Sehingga nilai keharuan dan rasa kebahagian pada saat mereka dipersandingkan di pelaminan benar-benar mereka rasakan sebagai “raja dan ratu sehari” dalam sepanjang sejarah hidupnya.
Sekarang Ritual Dom Drien dalam adat perkawinan di Aceh telah hilang. Anak muda yang kelahiran diatas tahun 90 an sudah tidak merasakan lagi adanya kebiasaan "Dom Drien" . Kehilangan kebiasaan dalam istiadat perkawinan di Aceh itu barangkali antara sesama pengantin telah lama saling mengenal sehingga tidak lagi butuh jasa Dom Drien.